Sabtu, 21 Januari 2017

STRATEGI INDONESIA MENGHADAPI KEBIJAKAN MALAYSIA DI WILAYAH PERBATASAN TAHUN 2006-2010


 
Abstract
This research describes the policy of Malaysia in teriotrial dispute. This conflict start began in 1965 when Malaysia be a state President Soekarno was not supported because it can be a recolonialisme in Asia. Nowdays, diplomatic relations between Indonesia and Malaysia always fluctuatif, it is because dipute conflict likes Sipadan ligitan island, Ambalat, Tanjung Datuk, Camar Bulan and conflict of culture.
The writer collects data from books, encyclopedia, journal, mass media and websites to analyze the conflict between Indonesia and Malaysia. The perspective applied in this research are realisme and theories use are strategy theory by John P.Lovell and diplomacy theory from S.L Roy and KM. Panikkar, diplomacy setting theory from John T. Rourke and national interest concept from Donald. E. Nuchterlain.
The research shows that strategy of Indonesia with the policy of Malaysia in dispute teritory in 2006-2010 are internal strategy dan external strategy. Internal strategy Indonesia are Indonesia explore the extern island, make the new map of dispute, development of dispute teritory and create a  base military. And external strategy of Indonesia are use diplomacy ways with Indonesia deal of Kinabalu dialogs, Indonesia deal with Malaysia in maintanance Malacca Straits and Indonesia deal with China in defense agreements.

Key words: conflict, dispute, strategy, diplomacy



Pendahuluan
Penelitian ini merupakan sebuah kajian strategi dan diplomasi keamanan yang menganalisis strategi Indonesia menghadapi kebijakan Malaysia di wilayah perbatasan tahun 2006-2010. Secara khusus penelitian ini difokuskan pada strategi yang akan diterapkan oleh Indonesia dalam menghadapi aksi-aksi Malaysia di wilayah perbatasan Indonesia terkait dengan permasalahan pengklaiman dan kepemilikan wilayah perbatasan darat dan laut antara Indonesia dan Malaysia.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis yang diawali dengan menggambarkan fenomena-fenomena yang terjadi berkaitan dengan hubungan diplomatik antara Indonesia dan Malaysia terkait isu permasalahan persengketaan wilayah perbatasan. Setelah itu akan dilanjutkan dengan menganalisa mengenai kebijakan-kebijakan Malaysia di wilayah perbatasan Indonesia. Dengan adanya kebijakan Malaysia di wilayah perbatasan Indonesia tentu saja hal ini secara politik dan kedaulatan mengancam wilayah kedaulatan Indonesia.
Teknik penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan (library research). Pada metode ini, data- data yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas merupakan data-data sekunder yang didapatkan dari buku-buku, majalah-majalah, jurnl, surat kabar, buletin, laporan tahunan dan sumber-sumber lainnya. Peneliti juga menggunakan sarana internet dalam proses pengumpulan data yang berkaitan dengan permasalahan penelitian yang akan dibahas.
Dalam rangka memberikan fokus yang lebih tajam terhadap permasalahan yang dibahas, maka peneliti merasa perlu untuk memberikan batasan waktu dalam penelitian ini. Adapun rentang waktu yang akan peneliti maksud adalah antara tahun 2006-2010 pada masa pasca kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan. Tahun 2006 dipilih karena pada saat itu Indonesia mengalami lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan pada tahun 2002 serta permasalahan Blok Ambalat pada tahun 2005 dalam proses perundingan. Namun begitu batasan tahun pada penelitian ini bukan merupakan suatu hal yang mutlak, tahun-tahun sebelum dan sesudahnya juga akan menjadi bagian dari kajian penelitian ini.
Sebagai kerangkan acuan untuk menjawab permasalahan penelitian, maka peneliti akan menggunakan perspektif realis yang mempunyai tema Struggle for power and security. Hubungan internasional ditandai dengan anarki, segala cara dilakukan untuk mencapai kepentingan nasional. Morgenthau menyatakan bahwa super power adalah fokus utama hubungan internasional, power adalah alat untuk mencapai kepentingan nasional (national interest). Tingkat analisa yang digunakan adalah Negara bangsa (nation state) dengan alasan bahwa objek utama dalam hubungan internasional adalah perilaku Negara bangsa, dengan asumsi bahwa semua pembuat keputusan, dimanapun berada, pada dasarnya berperilaku sama apabila menghadapi situasi yang sama.
Donald E. Nuchterlain mengemukakan kepentingan sebagai kebutuhan yang dirasakan oleh suatu Negara dalam hubungannya dengan Negara lain yang merupakan lingkungan eksternalnya.[1] Kepentingan nasional inilah yang memberikan kontribusi yang besar bagi pembentukan pandangan-pandangan keluar bagi suatu bangsa. Kepentingan nasional menurut Donald E. Nuchterlain terbagi atas empat poin, yaitu: [2]
1. Defense Interest
2. Economic Interest
3. World Order Interest
4. Ideological Interest
Berdasarkan pendapat Donald E. Nuchterlain, maka strategi Indonesia menghadapi kebijakan Malaysia di wilayah perbatasan tahun 2006-2010, adalah Indonesia berusaha untuk mempertahankan dan memperjuangkan kepentingan nasionalnya, terutama dalam bentuk Defense interest. Berdasarkan kepentingan pertahanan keamanan maka strategi yang dilakukan Indonesia dalam membangun pertahanan di wilayah perbatasan dan melakukan kerjasama pertahanan dan keamanan bersama dengan Malaysia dan Cina adalah untuk mengamankan kepentingan keamanan dan pertahanan Indonesia dalam persengketaan wilayah perbatasan. 
Berikut ini adalah matrix strategi yang disusun oleh Donald E. Nuchterlain mengenai kepentingan nasional negara Indonesia dalam melakukan hubungan dan mengedepankan kepentingan nasionalnya dengan Malaysia khususnya  dalam permasalahan penjagaan wilayah perbatasan, yaitu sebagai berikut:
National Interest Matrix
Basic Interest of State
Intensity of Interest
Survival
Vital
Major
Peripheral
Defense of Homeland



Economic of Wellbeing




Favorable World Order




Promotion of Values




Sumber: Donald E. Nucterlain. National Interest A new Approach, Orbis. Vol 23. No.1 (Spring). 1979.

            Berdasarkan matrix yang digambarkan oleh Nuchterlain tersebut, bahwa semakin garis diagonal mengarah ke kepentingan keamanan terhadap wilayah teritorial dan permasalahan survival  atau eksistensi teritorial sebuah negara maka akan semakin menjadi permasalahan yang penting bagi sebuah negara. Dan sebuah negara harus melakukan beberapa alternatif dalam menghadapi ancaman teritorial terhadap wilayah teritorial negaranya.
            Hal ini juga terjadi dengan Indonesia, dimana dengan adanya kebijakan-kebijakan Malaysia di wilayah perbatasan yang sering melakukan pengklaiman terhadap wilayah laut dan darat perbatasan Indonesia dan Malaysia, maka Indonesia harus menerapkan alternatif strategi yang secara rasional bisa digunakan karena kepentingan wilayah teritorial merupakan eksistensi Indonesia sebagai sebuah negara.
            Selain itu, untuk menghadapi kebijakan Malaysia di wilayah perbatasan Indonesia, maka Indonesia harus merumuskan komponen strategi yang bertujuan untuk mengamankan kepentingan Indonesia. Strategi dalam pengertian yang luas dapat didefinisikan sebagai “ the art or science of shaping means so as to promote ends in any field of conflict”. Dalam kajian Strategi, the means to be shaped adalah militer, the field of conflict adalah sistem internasional, dan ends adalah tujuan politik aktor yang cukup luas dan menunjukkan adanya konteks internasional yang cukup signifikan.
Perkembangan konsep strategi ini saat ini adalah berkembangnya pemikiran konsep strategi yang tidak hanya penggunaan force militer terhadap negara lain, tetapi juga penggunaan kekuatan non militer seperti politik, ekonomi, sosial, budaya dan pendidikan yang merupakan unsur-unsur strategi damai yang saat ini banyak digunakan oleh negara-negara di dunia internasional dalam menghadapi negara-negara lain.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka Van Clausewits menggambarkan perkembangan konsep strategi dapat dilihat sebagai berikut:




Model penggunaan Konsep Strategi
                                                    Strategi Perang                  Force military
Sistem Internasional
Strategi Damai                   Diplomasi, mediasi, Hukum Internasional

Selanjutnya, menurut KM Panikkar dalam bukunya yang berjudul The Principle of Diplomacy, maka diplomasi dalam hubungannya dengan politik internasional merupakan seni dalam mengedepankan kepentingan suatu negara dalam hubungannya dengan negara lain,[3] yang dalam hal ini merupakan kepentingan nasional suatu negara dalam dunia internasional, namun oleh sebagian pandangan diplomasi lebih menekankan terhadap negosiasi–negosiasi perjanjian atau sebagai posisi tawar-menawar dengan negara lain.
Diplomasi sangat erat dengan penyelesaian permasalahan–permasalahan yang dilakukan dengan cara–cara damai, tetapi apabila cara–cara damai gagal untuk memperoleh tujuan yang diinginkan, diplomasi mengizinkan penggunaan ancaman atau kekuatan nyata sebagai cara untuk mencapai tujuan–tujuannya. Sehingga dapat dikatakan bahwa perang juga merupakan salah satu sarana dalam diplomasi di dunia internasional. Tujuan diplomasi bagi setiap negara adalah pengamanan kepentingan nasional, kebebasan politik dan integritas teritorial dan fungsi utama dari pelaksanaan diplomasi adalah negosiasi.[4] Ruang lingkup diplomasi adalah meyelesaikan perbedaan-perbedaan dan menjamin kepentingan-kepentingan negara melalui negosiasi yang sukses.
Diplomasi terbagi dua, yaitu:[5]
1. Soft Diplomacy: diplomasi dalam bentuk penyelesaian secara damai dalam bidang kebudayaan, bahasa, persahabatan dan ekonomi.
2. Hard Diplomacy: diplomasi dalam bentuk perang, yaitu agresi militer dan politik.
Diplomasi yang dilakukan oleh Indonesia terhadap kebijakan Malaysia adalah dengan menggunakan soft diplomacy dan hard diplomacy. Indonesia menggunakan cara soft diplomacy dengan mengikuti perundingan bilateral dengan Malaysia serta menyerahkan penyelesaian permasalahan kepemilikan pulau Sipadan dan Ligitan kepada pihak ketiga yaitu Mahkamah Internasional. Selain itu, Indonesia juga menggunakan hard diplomacy dengan cara meningkatkan kekuatan militernya dan melakukan kerja sama pertahanan dengan negara Cina dan Rusia untuk menghadapi kebijakan Malaysia di wilayah perbatasan setelah lepasnya pulau Sipadan dan Ligitan.
Menurut John T. Rourke, hakikat dan peranan diplomasi dipengaruhi oleh setting (lingkungan) yang disebut dengan diplomacy setting.[6] Setting disini dimaksudkan sebagai kondisi yang memiliki peranan penting dalam menciptakan output diplomacy. Lingkungan diplomasi terbagi dalam tiga bagian yaitu:
1. Sistem Internasional
            Menurut kaum realis hakekat dari sistem internasional yang anarki telah menciptakan sebuah setting dimana para aktor yang memiliki kepentingan sendiri dalam tujuan diplomatik menggunakan power yang dimilikinya untuk mencapai kepentingan mereka diatas kepentingan pihak lain. Hal yang perlu ditekankan kembali bahwa sistem internasional tidak mempunyai badan otoritatif dalam menyelesaikan permasalahan yang ada sehingga setiap Negara harus berjuang sendiri dengan menggunakan power yang dimiliki dalam menyelesaikan permasalahan didunia internasional.
2. Lingkungan Diplomatik
            Bagian ini mencakup hubungan diantara beberapa aktor yang terlibat dalam bagian permasalahan yang dihadapi. Bagian ini dikategorikan dalam empat bagian, yaitu: Diplomasi perseteruan, diplomasi Perlawanan, diplomasi Gabungan (koalisi), diplomasi Perantara.
            3.  Hubungan Domestik         
              Berdasarkan teori diatas, pengambilan langkah diplomasi oleh Indonesia dalam menghadapi kebijakan Malaysia di wilayah perbatasan untuk mencegah lepasnya kembali pulau-pulau terluar Indonesia dipengaruhi oleh faktor lingkungan internasional dan lingkungan diplomatik. Lingkungan internasional menuntut setiap negara untuk berusaha memperjuangkan kepentingannya secara sendiri-sendiri, sehingga berdasarkan hal tersebut maka masuk akal jika Indonesia merubah pola diplomasinya terhadap Malaysia guna mengamankan wilayah teritorialnya dari ancaman negara lain.
              Faktor lingkungan diplomatik juga sangat mempengaruhi diplomasi Indonesia dan Malaysia dalam permasalahan perbatasan. Hal ini bisa dilihat dengan adanya benturan kepentingan Indonesia dan Malaysia, sehingga memunculkan diplomasi perlawanan diantara kedua negara. Keefektifan diplomasi suatu Negara bergantung pada sejauh mana kekuatannya nasionalnya sendiri. Dalam menerapkan diplomasinya, suatu Negara harus mempertimbangkan kekuatan dan sumber daya yang ada.
              Kekuatan (power) dan sumber daya tetap merupakan sumber penting dalam menentukan keberhasilan diplomasi, karena faktor ini terakumulasi dalam kapabilitas suatu Negara terhadap Negara lain dalam diplomasi.[7] Sehingga suatu Negara dikatakan berhasil melakukan proses diplomasi jika Negara tersebut mampu menggunakan kekuatan powernya dengan baik. Hans J Morgenthau mengatakan bahwa power didefenisikan sebagai hubungan antara dua aktor politik dimana aktor A memiliki kemampuan untuk mengendalikan pikiran dan tindakan aktor B dan begitu juga sebaliknya.
Keterangan:
Sistem Internasional: Merupakan tempat bagi Negara-negara bernegosiasi, pada sistem internasional yang anarkis hubungan antara Negara-negara didasarkan pada kepentingan masing-masing Negara yang mempunyai tujuan menguntungkan bagi Negara-negara tersebut. Para aktor-aktor Negara melakukan hubungan dengan tujuan meningkatkan power. Kepentingan nasional dicapai melalui diplomasi dan power. Power dan diplomasi dilakukan secara bersamaan dalam pelaksanaannya.
Diplomasi: Merupakan proses dan cara-cara yang dilakukan dalam peningkatan kepentingan nasional dengan menggunakan power yang dimiliki sebagai dasar untuk mempengaruhi Negara lain dalam pencapaian kepentingan nasional. Pada studi kasus ini, Indonesia menggunakan menggunakan model soft diplomacy atau perundingan terhadap kebijakan Malaysia.
Power:  Hubungan Negara-negara dalam sistem internasional adalah untuk menambah power. Jadi, tujuan sebuah Negara mengadakan diplomasi adalah untuk meningkatkan power, sehingga mencapai kepentingan nasionalnya. Power terbagi dua, yaitu: Nasional power dan Internasional power. Nasional power merupakan penunjang dari internasional power, jika nasional power yang dimiliki suatu Negara kuat maka internasional power akan lebih maksimal terhadap Negara lain. Oleh karena itu Indonesia melakukan diplomasi karena adanya pertimbangan power dan keinginan untuk mendapatkan perhatian dan menjaga eksistensinya serta menjaga wilayah teritorial dari dunia internasional.
Hasil dan Pembahasan
            Indonesia dan Malaysia secara historis merupakan dua negara yang memiliki hubungan erat secara historis. Sebagai dua negara yang serumpun, identitas Malaysia yang tidak bisa dipisahkan dengan Suku Melayu mempunyai sejarah yang panjang dengan suku Melayu yang berada di Indonesia. Identitas Suku Melayu ini bahkan lebih mudah ditarik akar sejarah panjang dengan Kedatangan orang Minang pertama di Negeri Sembilan sekitar tahun 1467 M.[8]
Orang Minang pertama yang datang di Negeri Sembilan tiba di Rembau adalah Datuk Lelo Balang bersama beberapa orang dari Batu Hampar, Mungkar, Simalanggang, Payakumbuh dan beberapa nagari lain di daerah Luhak 50 Koto (sekarang Kabupaten 50 Kota dan Kabupaten Kampar).[9] Hal ini semakin menjelaskan dekatnya hubungan historis antara Indonesia dan Malaysia.
Suku Minang sebagai pendatang pertama di Malaysia, kemudian mendirikan Kerajaan Negeri Sembilan dan rajanya pun didatangkan dari Kerajaan Pagaruyung yang berada di Sumatera Barat, yang dikenal dengan sebutan Raja Malewar (1773-1795). Hubungan Melayu Malaysia-Indonesia dapat ditandai dengan simbol-simbol Kerajaan Malaysia yang secara prinsip tidak berbeda dengan simbol-simbol Kerajaan Melayu di Indonesia sebelum kemerdekaan.[10] Bahkan simbol-simbol ini masih menjadi pengetahuan dan identitas yang paling khas yang menjadi pegangan masyarakat Melayu di Indonesia.
Historis dan kultural bangsa Malaysia juga banyak dipengaruhi oleh keberadaan bangsa Indonesia khususnya bagian timur, seperti kepulauan Riau, Sulawesi Selatan juga Jawa. Di antara bukti tentang hal tersebut adalah Perdana Menteri Malaysia, Tun Abdul Razak bin Haji Dato’ Hussein Al-Haj yang merupakan bangsawan keturunan Bugis Makassar.[11] Namun bagi bangsa Indonesia keberadaan bangsa Malaysia sama sekali tidak memiliki peranan penting terhadap history yang membentuk kultur bangsa Indonesia dengan baragam suku dan kebudayaan.
Berbicara mengenai hubungan antara Indonesia dan Malaysia, hubungan itu sudah lama terjadi bahkan ketika Malaysia baru berdiri sebagai sebuah negara. Secara historis kemerdekaan Malaysia adalah ‘pemberian’ Inggris sebagai penjajahnya. Secara nama Malaysia yang berasal dari kata Malaya itu tentu saja berarti sebuah negara wilayah jajahan Inggris yang berada di Semenanjung Malaya.
Hubungan diplomatik Indonesia dan Malaysia yang khas dan kental membuat analisis Indonesia dan Malaysia sebagai saudara sudah tepat. Selain kultur, kekerabatan, simbol, agama, sejarah panjang persaudaran Indonesia dan Malaysia selain merupakan aktor utama berdirinya ASEAN juga mempengaruhi kawasan selat Malaka sebagai daerah kawasan yang paling aman dari konflik dan pertarungan pertentangan di negara ASEAN.
Hubungan diplomatik Indonesia dan Malaysia juga menjadi pelajaran berbagai model penyelesaian konflik di berbagai kawasan dunia. Malaysia dan Indonesia sebagai dua buah negara serumpun memiliki hubungan sejarah yang cukup kuat.[12] Sejarah itu misalnya, Indonesia adalah satu diantara negara pertama yang membuka hubungan diplomatik dengan Malaysia sejak negara ini merdeka tahun 1957. Berdasarkan sejarah awal hubungan diplomatik antara Indonesia dan Malaysia, maka hubungan diplomatik Indonesia dan Malaysia dapat dilihat dari beberapa perspektif, yaitu perspektif ekonomi dan politik. 
Salah satu persoalan yang dapat memicu persengketaan antar negara adalah masalah perbatasan. Sampai saat ini Malaysia dan Indonesia juga menghadapi masalah yang serupa, terutama mengenai garis perbatasan di wilayah perairan laut dengan negara-negara tetangga. Bila dicermati banyak negara-negara di Asia Pasific juga menghadapi masalah yang sama.[13] Anggapan bahwa situasi regional sekitar Indonesia dalam tiga dekade ke depan tetap aman dan damai, mungkin ada benarnya, namun di balik itu sebenarnya bertaburan benih konflik, yang dapat berkembang menjadi persengketaan terbuka. Faktor-faktor yang dapat menyulut persengketaan antar negara dimaksud antara lain:[14]
  1. Ketidaksepahaman mengenai garis perbatas-an antar negara yang banyak yang belum tersele-saikan melalui mekanisme perundingan (bilateral).
  2. Peningkatan persenjataan dan eskalasi kekuatan militer baik oleh negara-negara yang ada di kawa-san ini, maupun dari luar kawasan.
Eskalasi aksi terorisme lintas negara, dan gerakan separatis bersenjata yang dapat mengundang kesalahpahaman antar negara bertetangga. Jika dikaji secara sistematis, maka permasalahan perbatasan antara Malaysia dan Indonesia awalnya terjadi di beberapa wilayah perbatasan. Berikut ini merupakan beberapa bentuk kebijakan Malaysia di wilayah perbatasan Indonesia, yaitu sebagai berikut:
  1. Kebijakan Malaysia dalam pengklaiman wilayah perbatasan Indonesia.
  2. Kebijakan Malaysia berkaitan dengan kepemilikan dan pengelolaan Selat Malaka.
  3. Kebijakan Malaysia dalam kepemilikan terhadap Pulau Sipadan dan Ligitan.
  4. kebijakan Malaysia dalam kepemilikan dan pengelolaan Blok Ambalat.
  5. Kebijakan Malaysia di perairan Kepri khususnya perairan Pulau Bintan, serta
  6. Kebijakan Malaysia dalam pengklaiman kebudayaan Indonesia.
Berdasarkan kebijakan Malaysia di wilayah perbatasan Indonesia, maka strategi Indonesia menghadapi kebijakan Malaysia di wilayah perbatasan terbagi atas dua indikator, yaitu sebagai berikut:
I.  Strategi internal Indonesia menghadapi Malaysia, melalui beberapa langkah strategi:
1.      Indonesia melakukan pemberdayaan terhadap pulau-pulau terluar
2.      Indonesia meningkatkan penjagaan pengamanan di wilayah perbatasan
3.      Indonesia mengembangkan pendidikan yang berbasis nasionalisme
4.      Indonesia melakukan pemetaan kembali terhadap wilayah perbatasan
5.      Indonesia melakukan pembangunan wilayah baru di dekat perbatasan
6.      Indonesia membentuk kelembagaan khusus menangani masalah perbatasan
II. Strategi eksternal Indonesia menghadapi Malaysia, melalui beberapa langkah strategi:
1.      Indonesia menyepakati diplomasi perundingan di Kinabalu tahun 2010 untuk menyelesaikan konflik perbatasan dengan Malaysia
2.      Indonesia menyepakati kerjasama keamanan bersama di wilayah perbatasan dengan Malaysia
3.      Indonesia menyepakati kerjasama pertahanan dan keamanan bersama dengan Cina
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan-penjelasan bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa penanganan wilayah perbatasan Indonesia selama ini sudah dilakukan dengan baik, namun dalam implementasinya strategi Indonesia menghadapi Malaysia di wilayah perbatasan belum dapat berjalan secara optimal dan kurang terpadu, serta timbulnya konflik antar berbagai pihak (baik secara horisontal, sektoral, maupun vertikal) tidak dapat dihindari.
Persepsi bahwa penanganan kawasan perbatasan ini hanya menjadi domain pemerintah (pusat) saja sudah waktunya diperbaiki dalam era otonomi daerah, meskipun kawasan perbatasan ini merupakan kawasan strategis nasional. Karena pengamanan dan penjagaan wilayah perbatasan tidak hanya merupakan tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah. Penjagaan wilayah perbatasan dari negara-negara lain adalah tanggung jawab seluruh elemen masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat yang berada di wilayah perbatasan.
Nilai strategis kawasan perbatasan ditentukan antara lain oleh kegiatan yang berlangsung di dalam kawasan, yaitu sebagai berikut:
  1. Wilayah perbatasan mempunyai potensi sumberdaya yang berdampak ekonomi dan pemanfaatan ruang wilayah secara siginifikan
  2. Wilayah perbatasan merupakan faktor pendorong bagi peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat di dalam ataupun di luar wilayah
  3. Wilayah perbatasan mempunyai keterkaitan yang kuat dengan kegiatan di wilayah lainnya yang berbatasan baik dalam lingkup nasional maupun regional (antar negara)
  4. Wilayah perbatasan Mempunyai dampak politis dan fungsi pertahanan keamanan nasional
Rencana tata ruang yang lebih mendetail di wilayah perbatasan sangat dibutuhkan agar pengelolaan perbatasan dapat dilaksanakan secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan pertahanan keamanan.
Konflik perbatasan yang dihadapi oleh Indonesia selama ini secara rutin berhadapan dengan perebutan wilayah perbatasan dengan Malaysia. Seperti kasus Pulau Sipadan dan Ligitan, Blok Ambalat, wilayah Tanjung Datuk, Camar bulan dan perbatasan wilayah perairan di Provinsi Kepulauan Riau. Selain itu konsep wilayah perbatasan harus diganti dari wilayah atau pulau terluar menjadi pulau terdepadan. Sehingga hal ini menguatkan bagi seluruh elemen bangsa untuk menjaga wilayah terdepan di perbatasan negara.















DAFTAR PUSTAKA
Buku
Albright, David and O’Neill, Kevin. 2000. Solving the North Korean Nuclear Puzzle. Institute for Science and International Security Press. Washington D.C.
Fukuyama Francis Yoshiro. 1982. The End of History and The Last Man. Free Press. New York.
Hadi Andri. 2009. Bahan seminar “ Politik Luar Negeri Indonesia: Prospek dan tantangan dalam Era Globalisasi.“ Dirjen IDP Departemen Luar Negeri RI.
Kegley Charles W dan Witkopf Eugene, R. 2003. World Politics: Trend and Transformation. Belmond Wadsworth.
Nucterlain Donald E. 1979. National Interest A New Approach. Vol 23. No.1 Spring. Vorbis.
Panikkar KM. The Principle and Practice of Diplomacy.
Rourke John. T. 2002. International Politics and World Stage. United Nations. New York.
S.L Roy. 1995. Diplomasi. Edisi Kedua. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Saeri M. 2003. Diplomasi dalam Perspektif  Politik. Jurnal antar bangsa, Vol 1 No 2. Universitas Riau. Pekanbaru

Website
Daftar Negara Axis of Evil. Diakses dari.http//www.kompas.com//.  Pada tanggal 10 Januari 2009, pukul 14.25 WIB
Duta Besar RI untuk Seoul. Perdamaian di Semenanjung Korea.Diakses dari.http://www.koranindonesia.com/2007/12/20/pemilihan-presiden-dan perdamaian-di-semenanjung-korea/.html. Pada tanggal 25 februari 2009 pukul 19.50 WIB
Faustinus Andrea. Krisis Nuklir Korut Pasca-Dialog Beijing. Diakses dari. http://www.kompas.com/kompas-cetak/0403/06/opini/887952.htm. CSIS.Jakarta.   
U.S. Department of the Treasury. Treasury Designates Banco Delta Asia as Primary Money Laundering Concern under USA PATRIOT Act. Diakses dari. http://www.ustreas.gov/press/releases/js2720.htm. Press Release JS-2720, September 15, 2005,





[1] Donald E. Nucterlain. National Interest A new Approach, Orbis. Vol 23. No.1 (Spring). 1979, hlm 57
[2] Ibid. Donald E. Nuchterlain, hlm 57-75
[3] Panikkar KM. The Principle and Practice of Diplomacy. Ibid. S. L. Roy Hlm 3
[4] S.L Roy. Diplomasi. Edisi Kedua. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada. 1995. Hlm  6
[5] Bahan seminar “ Politik Luar Negeri Indonesia: Prospek dan tantangan dalam Era Globalisasi” oleh Dirjen IDP Departemen Luar Negeri RI: Andri Hadi SH.LLM, tahun 2009
[6] John T, Rourke. International Politics and World Stage, United Nations, New York, 2002, hlm 26
[7] Drs. M, Saeri M.Hum, Diplomasi dalam Perspektif  Politik,hlm 137-138. Dalam jurnal antar bangsa, Vol 1 No 2, Juli 2003. Universitas Riau. Pekanbaru
[8] Diakses dari.http//www. (waspada.co.id, 29 Agustus 2007).
[9] Ibid. Hlm 2
[10] Witton, Patrick (2003). "INTRODUCTION". Hisroty of ndonesia-Malaysia. Lonely Planet. hlm. 944.
[11] Ibid. Hlm
[13] Diakses dari.http//www.artikel/cakrawalaTNI.com Sengketa Perbatasan Antar Negara Di Kawasan Asia Pasific. Oleh Paulus Londo (Pengamat Sosial Politik). Pada tanggal 23 May 2007
[14] Diakses dari.http// www.tempointerktif.com. “Indonesia-Malaysia amankan perbatasan”. Pada bulan Juli 2008