Amerika Serikat merupakan salah satu negara sentral didunia internasional, hal ini dikarenakan sampai dengan saat ini Amerika Serikat masih menjadi salah satu negara super power didunia internasional baik dari segi politik, militer, ekonomi dan sosial budaya. Sehingga isu pemilihan presiden di Amerika Serikat menjadi salah satu topik pembicaraan politik di dunia. Pemilihan presiden di Amerika Serikat dilakukan melalui serangkaian kegiatan pemilihan dibeberapa negara bagian untuk menentukan capres dari setiap partai. Menurut beberapa ahli, maka dalam sejarah pilpres Amerika Serikat maka capres Donald Trump dan Hillary Clinton merupakan capres yang paling tidak populer.
Capres Donald
Trump sendiri merupakan capres resmi yang diusung sebagai Capres Amerika Serikat
dalam pemilihan presiden tahun 2016 berdasarkan hasil konvensi Partai Republik
di Ohio. Capres Donald Trump memiliki latar belakang sebagai pengusaha dan
sejak masa kampanye capres Trump sendiri telah mengeluarkan beberapa pernyataan
yang kontroversial terutama terkait permasalahan sektarian dan SARA seperti
pernyataannya terhadap imigran Meksiko sebagai penjahat, pernyataannya terhadap
muslim yang harus keluar dari Amerika Serikat serta kasus dugaan penggelapan
dan tunggakan pajak terhadap usaha bisnisnya selama 18 tahun terakhir ini.
Sejak masa
kampenye Agustus sampai November, maka masing-masing Capres telah melakukan
kampanye dan debat publik untuk mempengaruhi suara masyarakat Amerika Serikat
dan dalam pemungutan suara yang dilakukan pada tanggal 8 Nopember 2016, yang
menggunakan sistem electoral collage, artinya
sekelompok orang yang telah dipilih sebagai elector
atau perwakilan dari negara bagian yang dipilih oleh masyarakat Amerika
Serikat secara langsung, dan dengan jumlah total 538 suara perwakilan inilah
yang nantinya akan memilih capres Amerika Serikat secara langsung. Berdasarkan
pemungutan suara tersebut, maka capres Donald Trump mengungguli saingannya
Hillary Clinton capres dari Partai Demokrat dengan perolehan suara elector 276 (59.128.595 suara) dan suara
Hillary Clinton 218 (59.289.364 suara), artinya walaupun perhitungan suara
belum 100% selesai akan tetapi dengan perolehan suara electoral diatas 270 suara, maka Donald Trump secara sah telah
terpilih sebagai Presiden terpilih Amerika Serikat 2016-2020 dan presiden ke 45
Amerika Serikat.
Kemenangan
capres Donald Trump sebagai presiden di Amerika Serikat bagi penulis sendiri
merupakan sebuah cerminan bahwa memang disatu sisi dunia internasional lebih
memilih Hillary Clinton sebagai Presiden Amerika Serikat hal ini dikarenakan
kader Partai Demokrat sebagai Presiden biasanya lebih mengedepankan isu ekonomi
dan kerjasama seperti presiden sebelumnya dari Demokrat, akan tetapi yang harus
dipahami adalah dunia internasional tidak punya hak pilih dalam pemilihan
presiden Amerika Serikat sedangkan capres Trump walaupun tidak disenangi oleh
sebagian dunia internasional, Trump memiliki pemilih yang memiliki loyalitas
dan tinggi dan sebagian besar warga Amerika Serikat sepakat dengan visi misi
yang diangkat oleh Trump.
Permasalahan
yang akan terjadi kedepan dalam kepemimpinan Donald Trump secara domestik akan
mengakibatkan kegelisahan sosial di Amerika Serikat hal ini dikarenakan adanya
ketegangan antar ras dan suku di Amerika Serikat akibat pernyataan trump yang
sektarian dan isu SARA serta pasar domestik akan melemah dikarenakan
instablitas keamanan. Selain itu dibidang keamanan maka hubungan Amerika
Serikat dengan negara Amerika Latin terutama Mexico dan negara Timur Tengah ada
indikasi akan kembali memanas sumbu konflik dikarenakan kebijakan Trump yang
kontroversial dengan menggunakan pendekatan force
military dan ini telah dilakukan oleh presiden Amerika Serikat dari kader
partai Republik seperti George W Bush.
Dampak
terpilihnya Donald Trump sebagai capres bagi Indonesia secara hubungan politik
tidak berpengaruh secara signifikan hal ini dikarenakan selama ini Indonesia
tetap menjaga hubungan diplomatiknya dengan negara manapun terutama dengan
Amerika Serikat hal ini dikarenakan politik Indonesia berhaluan bebas dan
aktif. Akan tetapi dalam bidang ekonomi akan cukup berpengaruh dikarenakan
dalam kebijakan dibidang ekonominya Trump mengatakan cukup anti globalisasi dan
para pendukung fanatik Trump sebagian besar pekerja manual yang tidak merasakan
secara signifikan terhadap proyek strategis Amerika Serikat di negara lain.
Selain itu kebijakan merkanitilis Trump juga sudah dikatakannya dalam masa
kampanye bahwa salah satunya Trump akan meningkatkan bea masuk impor dari
negara lain terutama dari Tiongkok. Peningkatan bea masuk impor ini tentu saja
akan berpengaruh bagi Indonesia terutama juga Provinsi Riau. Hal ini
dikarenakan Amerika Serikat merupakan mitra dagang Indonesia dan komoditas dari
Provinsi Riau, seperti ekspor minyak CPO dan produk non migas seperti kertas,
tisu, dll. Selain itu keberadaan beberapa Perusahaan Multi Nasional yang
berasal dari Amerika Serikat di Provinsi Riau tentu akan dipengaruhi oleh
kebijakan domestik Amerika Serikat terutama dibidang ekonomi.
Oleh karena itu
dalam konteks hasil pemilihan presiden di Amerika Serikat ini, maka Indonesia
perlu tetap melihat optimis peluang dalam peningkatan hubungan dengan Amerika
Serikat dibawah kepemimpinan Donald Trump, karena dari sisi pendekatan image didunia internasional maka sebagai
negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia maka Indonesia memiliki
nilai strategis yang cukup penting bagi Presiden Donald Trump hal ini
dikarenakan hubungan baik Amerika Serikat dan Indonesia akan dapat secara implisit
memberikan keuntungan bagi Trump dalam memulihkan citranya di dunia
internasional terutama dimata negara-negara islam.
Rendi Prayuda S.IP M.Si (Dosen HI
FISIP UR/Mahasiswa Program Doktor Ilmu Politik Universitas Muhamadiyah
Yogyakarta).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar