Hubungan
diplomatik Indonesia dan Malaysia kembali di uji oleh adanya penangkapan
pegawai Dinas Perikanan dan Kelautan yang ditangkap oleh Polisi Diraja Malaysia.
Sebelumnya hubungan diplomatik Indonesia dan Malaysia ini telah mengalami
pasang surut dengan adanya beberapa kasus seperti pengklaiman kekayaan dan
khasanah budaya Indonesia oleh Malaysia, kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan
oleh Malaysia dan kasus Perairan Ambalat yang sampai saat ini masih berada
dalam meja perundingan diantara kedua negara.
Kronologis
peristiwa penangkapan pegawai Dinas Perikanan dan Kelautan Indonesia ini
terjadi saat pegawai Dinas Perikanan dan Kelautan Indonesia sedang melakukan
patroli rutin di perairan perbatasan Indonesia dan Malaysia, perairan Tanjung
Berakit Kabupaten Bintan Provinsi kepulauan Riau. Petugas Dinas Perikanan dan Kelautan
yang sedang beroperasi melihat tindakan yang mencurigakan yang dilakukan oleh 5
kapal nelayann tradisional yang berasal dari Malaysia. Melihat tindakan yang
mencurigakan tersebut, maka petugas diberikan hak untuk melakukan pengejaran
seketika (Hot Pursuit) terhadap
kapal-kapal asing yang melintasi dan melakukan kegiatan-kegiatan yang
mencurigakan di wilayah perairan teritorial Indonesia.
Ketika
petugas telah melihat adanya kegiatan yang mencurigakan sesuai dengan GPS yang
menyatakan bahwa wilayah perairan tersebut merupakan masih wilayah teritorial
Indonesia maka petugas dinas perikanan dan kelautan langsung melakukan
penangkapan terhadap tujuh nelayan Indonesia yang melakukan penangkapan ikan
secara ilegal di perairan Indonesia. Setelah petugas mengamankan ketujuh
nelayan tersebut dan membawanya ke wilayah Indonesia, secara tiba-tiba kapal
Polisi Diraja Malaysia menyergap kapal yang di tumpangi oleh petugas dinas
perikanan dan kelautan dan melakukan penyergapan dan penangkapan terhadap
perugas Dinas Perikanan dan Kelautan Indonesia serta membawa petugas Indonesia
tersebut ke Malaysia. Namun sebelumnya ke tujuh nelayan Malaysia tersebut telah
diamankan terlebih dahulu oleh Kesatuan Polisi Perairan Polda Kepulauan Riau.
Permasalahan
penangkapan petugas Dinas Perikanan dan Kelautan Indonesia oleh Polis Diraja
Malaysia ini tentu saja bisa menyulut panasnya api konflik kembali antara
Indonesia dan Malaysia. Jika dikaji dari perspektif Hukum Laut Internasional,
perbatasan Indonesia dan Malaysia harus lebih dijelaskan lagi sehingga jelas
ketika terjadi kegiatan-kegiatan yang mencurigakan diantara kedua negara maka
masing-masing petugas yang bekerja di wilayah perbatasan mengetahui secara
benar apakan tindakan yang dilakukan oleh negara lain benar-benar memasuki
wilayah teritorial Indonesia atau tidak. Berdasarkan UCLOS 1982 perairan dan
Zona Maritim dibagi atas beberapa bagian, yaitu:
- Laut teritorial: laut yang memiliki batas sampai 12 mil dihitung dari garis surut pantai
- Zona Tambahan: Zona laut yang memiliki luas 24 mil dihitung dari garis surut pantai (Pasal 33 ayat 2, UNCLOS 1982)
- Zona Ekonomi Eksklusif: Zona tambahan laut yang memiliki luas 200 mil dihitung dari garis surut pantai (Pasal 55-57 UNCLOS 1982)
Dengan
adanya pembagian zona maritim yang telah dirativikasi oleh Indonesia dan
Malaysia, maka ini akan memperjelas batas perairan kedua negara dan tentu saja
dengan adanya tapal batas yang jelas ini permasalahan perbatasan akan dapat
diminimalisir. Namun jika jarak antara kedua negara sangat bedekatan, maka
perbatasan diantara kedua negara dapat dilakukan dengan adanya perundingan
diplomatik diantara kedua negara untuk menghindari terjadinya konflik. Selain
itu perspektif Hukum laut Internasional mengenai Ilegal Fishing adalah berdasarkan UU Nomor 31 tahun 2004 mengenai
perikanan, bahwa kegiatan Ilegal Fishing yang
terjadi di Indonesia umumnya adalah permasalahan, penangkapan ikan tanpa izin,
penangkapan ikan dengan izin palsu, penagkapakan ikan dengan alat tangkap
terlarang dan penangkapan ikan dengan jenis yang dilindungi.
Permasalahan
dan persengketaan yang terjadi antara Indonesia dan Malaysia ini sebenarnya
menurut UNCLOS 1982, dapat diselesaikan dengan cara yang damai dan diplomatis.
Persengketaan ini dapat diselesaikan dengan negosiasi diantara kedua negara
ataupun melalui mediasi (International
Tribunal for The law of The Sea ITLOS, International Court of Justice ICJ,
Arbitral tribunal). Jadi mengenai permasalahan Indonesia dan Malaysia ini
kita sebagai warga negara Indonesia tidak boleh terprovokasi oleh adanya
peristiwa-peristiwa seperti ini. Permasalahan Indonesia dan Malaysia ini dapat
diselesaikan melalui dipolomatis. Jika Malaysia memang terbukti bersalah maka
pemerintah Indonesia dapat menempuh cara-cara diplomatik yang sesuai dengan
hukum internasional, pemerintah Indonesia bisa melakukan protes keras dengan
nota diplomatik dan sanksi-sanksi diplomatik.
Bersamaan
dengan dirgahayu Indonesia yang ke 65 ini sudah saatnya kita berfikif bijak dan
dewasa. Bahwa semua permasalahan tidak harus diselesaikan melalui konfrontasi.
Masih banyak cara-cara yang dewasa untuk menyelesaikan permasalahan diantara
Indonesia dan Malaysia. Demonstrasi yang dilakukan di depan kantor Kedutaan
Besar malaysia di jakarta dan membakar bendera Malaysia seharusnya tidak perlu
terjadi. Karena sesuai dengan hukum internasional keduataan besar malaysia di
Indonesia memiliki hak previlege atau
hak eksteritorial. Sehingga ketika masyarakat memaksa untuk masuk ke kantor
kedutaan besar Malaysia di Jakarta tentu saja tidak boleh karena itu merupakan
wilayah teritorial Malaysia di Indonesia.
Peran
pemerintah juga sangat besar dalam kasus konflik Indonesia dan Malaysia ini.
Pemerintah Indonesia harus bertindak cepat untuk meredam amarah dan
nasionalisme masyarakat Indonesia. Pemerintah harus bisa memberikan pengertian
yang memberikan kepuasaan kepada masyarakat mengenai permasalahan Indonesia dan
Malaysia ini karena jika pemerintah lambat menanggapi permasalahan ini
dikhawatirkan konflik ini bisa mengakibatkan konfrontasi diantara kedua negara.
Jadi dengan dirgahayu RI ke 65 mari kita isi pembangunan nasional dengan
hal-hal yang konstruktif terhadap bangsa Indonesia baik dari segi politik,
ekonomi, sosial, budaya dan keamanan.
bagus sekali pak rendi, inspirasi anak muda , jaya dosen riau.
BalasHapus