Abstract
Nowadays,
neither region nor nation can ignore cooperation. The Cooperation between a
region and a country is very needed to fill the necessary in each sector. The
regions are in a developed country or new industry country need capital,
scientist, and technology from industry countries, and on the other hand, the
industry countries need natural resources that are in the developed countries.
By the cooperation, all of the problems can be faced lightly, for example
corruption cutting off. The cooperation has goal to fill the necessary of
people and for each interest. International cooperation which covers a
cooperation of politic, social, culture, economy, and security is guided by
foreign policy of each country.
Latar
Belakang
Pemerintah daerah di
Indonesia mempersepsikan otonomi daerah sebagai momentum untuk memenuhi
keinginan-keinginan daerahnya sendiri tanpa memperhatikan konteks yang lebih
luas yaitu kepentingan negara secara keseluruhan dan kepentingan daerah lain
yang berdekatan sehingga munculnya berbagai dampak negatif seperti
berkembangnya proses Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Umumnya kendala yang
paling popular dihadapi oleh suatu daerah adalah keterbatasan anggaran (APBD)
mereka dalam memenuhi belanja publik kebutuhan belanja publik terus meningkat
sementara pendapatan daerah peningkatannya relatif lamban. Kondisi ini
diperburuk lagi dengan kebijakan daerah untuk membangun sarana dan prasarana publik
dengan caranya sendiri meskipun kebutuhan publik tersebut bisa dikerjakan
secara bersama-sama dengan daerah tetangga atau meminta bantuan luar negeri.
Akibat “jalan sendiri” menyebabkan timbulnya masalah beban anggaran yang
terlalu berat bagi daerah itu dan pembangunan daerah tertinggal hanya sebatas
kertas karena keterbatasan anggaran.
Pelaksanaan
kebijakan dan desentralisasi dan otonomi daerah sebagaimana termuat dalam UU
nomor 22 tahun 1999 dan UU nomor 25 tahun 1999 telah memberikan pengalaman dan
pelajaran baru. Pertama, terjadinya penafsiran yang beranekaragam terhadap
ketentuan undang-undang, terutama pada saat penjelasan pasal dan ayat
undang-undang yang tidak ada peraturan pelaksanaannya. Kedua, variasi
penafsiran memudahkan terjadinya persoalan ruang lingkup kewenangan, baik
antara pusat dan daerah, maupun antar daerah sendiri. Ketiga, kecenderungan
untuk mengkaji penggunaan kewenangan yang bersifat sempit menyebabkan hambatan
besar, baik antyar lembaga dalam suatu jenjang pemerintahan (pusat dan daerah)
maupun dalam pengembangan kerjasama antar daerah.
Hal yang
keempat adalah kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang baru
mensyaratkan pemahaman yang sama antara pusat dan daerah mengenai berbagai
dimensi hubungan (organisasi, personil, pengawasan, keuangan dan informasi),
sehingga tidak muncul kecurigaan yang menyebabkan fasilitasi diartikan sebagai
intervensi atau inisiatif menjadi disubordinasi. Dan faktor yang kelima adalah
kombinasi dari berbagai keadaan itu cenderung menimbulkan persoalan pada
pemerintahan daerah, baik yang menyangkut pengelolaan sumber daya aparatur
maupun yang berkaitan dengan perumusan kebijakan.
Keberadaan
pemerintahan daerah umumnya dipahami sebagai perwujudan pelaksanaan prinsip
desentralisasi dan otonomi daerah. Desentralisasi merupakan penyerahan kewenangan
dari pemerintahan nasional kepada
lokalitas dan kewenangan suatu lokalitas untuk mengatur dan mengurus
kepentingannya sesuai dengan aspirasi dan keputusannya yang dikenal sebagai
otonomi daerah. Dengan pemahaman ini, otonomi daerah merupakan inti dari konsep
desentralisasi. Dengan kedekatan jarak seperti itu diharapkan pemerintah daerah
yang terbentuk sebagai implementasi prinsip desentralisasi, dapat berarti
banyak bagi masyarakat, anatar lain sebagai berikut:[1]
1. Pemerintah daerah akan semakin mempunyai tingkat
akuntabilitas yang tinggi.
2. Pemerintah daerah akan dapat mempunyai tingkat daya
tanggap yang tinggi dalam menyikapi perkembangan masyarakat.
3. Pemerintah dapat menjamin pelayanan pemerintahan yang
tidak saja efisien dalam penyelenggaraannya tetapi juga sesuai dengan aspirasi
masyarakat dalam substansinya.
4. Pemerintah daerah
merupakan latihan bagi munculnya pemimpin nasional.
Konsensus
nasional mengenai keberadaan desentralisasi
dalam Negara Kesatuan Indonesia tersebut mengandung arti bahwa penyelenggaraan
organisasi dan administrasi negara Indonesia tidak hanya semata-mata atas dasar
asas sentralisasi, tetapi juga dengan desentralisasi
dan otonomi daerah sebagai perwujudannya. Dengan demikian, setidak-tidaknya di
kalangan Pembentuk UUD 1945 dan penyelenggara organisasi negara Indonesia telah
diterima pemikiran yang mendasar bahwa sentralisasi dan desentralisasi masing-masing sebagai asas organisasi tidak
ditempatkan pada kutub yang berlawanan (dichotomy), tetapi kedua asas
tersebut merupakan suatu rangkaian kesatuan (continuum).
Kedua
asas ini memiliki fungsi yang berlainan, tetapi saling melengkapi bagi keutuhan
organisasi negara. Sentralisasi berfungsi menciptakan keseragaman, sedangkan desentralisasi menciptakan keberagaman
dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dalam konsteks makna yang demikian itu, desentralisasi
pada dasarnya akan berfokus pada persoalan pelaksanaan dan pengembangan otonomi
daerah, yakni sampai seberapa jauh suatu pemerintah dan masyarakat daerah dapat
memenuhi aspirasi mereka berdasarkan prakarsa dan kegiatan pengelolaan oleh
mereka sendiri. Dalam kebijakan otonomi daerah yang berlaku sekarang,
berdasarakan undang-undang nomor 32 tahun 2004, tentang pemerintahan daerah,
sistem pemerintahan daerah antara lain dapat digambarkan sebagai berikut:[2]
1.
Pemerintahan daerah
dibedakan atas tiga jenis, yakni: provinsi, kabupaten dan kota.
2.
Provinsi memiliki
otonomi terbatas sedangkan kabupaten/kota memiliki otonomi luas, utuh dan
bertanggung jawab.
3.
Kecamatan menjadi
perangkat daerah dan desa diatur dengan Perda.
4.
Badan legislatif
daerah dan badan eksekutif daerah merupakan mitra.
5.
Kepala daerah
dicalonkan, dipilih dan bertanggung jawab kepada DPRD.
Dengan adanya otonomi daerah,
maka setiap daerah memiliki otoritas dan kewenangan untuk melakukan kerjasama
antar daerah di Indonesia, ataupun daerah yang berada di negara lain. Kesadaran
tentang variasi dalam potensi, harapan dan kendala antar daerah menjadi pijakan
utama untuk mengembangkan otonomi daerah pada arah yang mendorong kerjasama
antar daerah.
Kebutuhan pengembangan otonomi
daerah yang mendorong kerjasama antar daerah tersebut paling tidak berangkat
daeri kenyataan bahwa Indonesia adalah satu negara yang dicirikan oleh sifat
heterogenita, baik secara demografis maupun geografis. Kenyataan ini mendasari
berkembangnya keanekaragaman potensi dan restriksi yang dimiliki oleh setiap
daerah. Dengan tingkat manajerial yang berbeda-beda, maka setiap daerah
memiliki tingkat kemajuan dan pembangunan yang tidak sama pula. Sehingga dengan
adanya perbedaan tingkat kemajuan ini maka hal ini memberikan kesempatan untuk
terciptanya kerjasama antar daerah di Indonesia maupun kerjasama daerah dengan
daerah di negara lain.
Kerjasama dan proses
pembelajaran yang demikian, akan berkembang melalui pemenuhan berbagai
persyaratan tertentu.[3]
Pertama,setiap daerah dalam semua tingkat perkembangan, telah memiliki
pemahaman bahwa mereka akan memetik manfaat dari pengembangan jaringan
kerjasama untuk melih meningkatkan kemajuan daerahnya. Kedua, kerjasama
tersebut berlangsung secara sukarela dan merupakan suatu kebutuhan atas dasar
pemahaman bahwa terdapat saling ketergantungan atau saling pengaruh
mempengaruhi antara satu daerah dengan daerah lain. Oleh karena itu untuk
mengembangkan pemahaman dan kesediaan bekerja sama dalam rangka pembelajaran
untuk secara terus menerus membangun kapasitas tersbut diperlukan kepemimpinan
pemerintahan nasional dalam memotivasi pemerintah daerah untuk bekerja sama,
terutama melalui instrumen kebijakan dan peraturan yang berskala nasional.
Kerjasama pemerintah daerah
dengan luar negeri terjadi selain adanya pengaruh dari otonomi daerah juga
tidak terlepas dari globalisasi. Suatu keadaan dimana
terjadi peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar
manusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, kebudayaan, informasi
dll., dan bentuk-bentuk interaksi yang lain, sehingga batas-batas suatu negara
menjadi bias. Ciri-ciri globalisasi adalah
sebagai berikut:
1. Informasi
dan peralatannya berkembang demikian cepat/pesat
2. Pasar
dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling tergantung
sebagai akibat pertumbuhan perdagangan internasional/regional
3. Peningkatan
interaksi kultural/budaya melalui media massa
4. Meningkatnya
masalah bersama misalnya: lingkungan hidup, moneter, inflasi regional dll
Dasar-dasar hukum untuk
melakukan kerjasama daerah dengan luar negeri dapat dilihat dari berbagai
sumber undang-undang, yaitu sebagai berikut:[4]
•
UU No.37 Th.1999
tentang Hubungan LN;
•
UU No.24 Th.2000
tentang Perjanjian Internasional;
•
UU No.32 Th.2004
tentang Pemerintahan Daerah;
•
Keppres No.102
Th.2001 tentang Kedudukan,Tugas,Fungsi,Kewenangan,Susunan Organisasi,dan Tata Kerja Departemen;
•
Permendagri No.1
Th.1992 tentang Penyelenggaraan Hub. Dan KS Luar Negeri di jajaran Depdagri;
•
Permendagri No.20
Th.2005
•
Surat Edaran
Mendagri No.193/1652/PUOD tanggal 26 April 1993 perihal Tata Cara Pembentukan
Hubungan Kerjasama Antar Kota (Sister City) & Antar Propinsi (Sister
Province) dalam dan luar negeri
Mandat
untuk membina hubungan kerjasama antar pemerintah daerah dengan luar negeri
tercantum dalam dasar hukum yang digunakan seperti:[5]
UU No. 37/1999 tentang Hubungan Luar
Negeri
Ps. 1 (1): Hubungan Luar Negeri adalah
setiap kegiatan yang menyangkut aspek regional dan internasional yang dilakukan
oleh pemerintah di tingkat pusat dan daerah atau lembaga-lembaganya. Lembaga
negara, badan usaha, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya
masyarakat atau negara.
UU No. 32/2004 tentang Pemda (Pasal 42)
DPRD mempunyai tugas dan wewenang
memberikan, antara lain:
·
Pendapat dan
pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional
di daerah
·
Persetujuan terhadap
kerjasama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah
Berdasarkan pengertian
hubungan luar negeri, maka setiap daerah yang mengadakan kerja sama dengan negara lain pasti
mempunyai tujuan. Berikut ini tujuan kerja sama antara
pemerintah daerah dan luar negeri.
Mengisi kekurangan di bidang ekonomi yang mengadakan kerja sama Meningkatkan
perekonomian daerah yang mengadakan kerja sama di berbagai bidang.
1. Meningkatkan taraf hidup manusia, kesejahteraan, dan
kemakmuran daerah terutama daerah terpencil.
2. Memperluas hubungan dan mempererat persahabatan.
Tulisan ini mengartikulasikan
kembali akan pentingnya kerjasama antar pemerintah daerah dan negara lain, dan
memberikan nuansa akademik yang menyangkut peluang dan hambatan kerjasama
tersebut.
Mengapa
Diperlukan Kerjasama
Dalam kenyataan, kita
mengenal batas wilayah adminstratif (sesuai peraturan perundangan) dan batas
wilayah fungsional (sesuai hubungan social ekonomi lintas batas administratif).
Di bawah ini terdapat berbagai faktor yang menjelaskan mengapa kerjasama
diperlukan antar pemerintah daerah dengan luar negeri yaitu:[6]
1.
Perbedaan sumber
daya alam
Sumber daya alam yang dimiliki oleh setiap daerah berbeda-beda baik dari segi jenis dan jumlahnya. Ada daerah yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, namun ada
juga daerah yang memiliki sedikit sumber daya alam. Dengan demikian untuk
memenuhi kebutuhan terutama pangan maka kerjasama diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan tersbut.
2.
Perbedaan iklim dan
kesuburan tanah
Perbedaan iklim dan kesuburan tanah akan menyebabkan perbedaan jenis
tanaman. Misalnya Bandung yang beriklim tropis, curah hujan yang tinggi, dan lahan yang subur akan
menghasilkan padi, kopi, teh, karet, dan sebagainya. Sedangkan negara-negara
seperti di Eropa yang beriklim sedang tidak cocok untuk jenis tanaman tersebut,
sehingga mereka harus memperolehnya dari negara-negara tropis.
3.
Perbedaan ilmu
pengetahuan dan teknologi
Kemampuan dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta keterampilan
tidak sama. Negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Eropa Barat, dan
Jerman memiliki kemampuan dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi
dibandingkan negara-negara berkembang seperti di Afrika dan sebagian Asia.
Adanya perbedaan tersebut, daerah-daerah
terpencil dapat menikmati kemajuan teknologi dari negara maju.
4.
Perbedaan ideologi
Perbedaan ideologi antarsuatu wilayah negara dengan negara lain dapat
memicu konflik antarnegara bahkan menjadi konflik internasional. Untuk
meredakan konflik atau ketegangan perlu adanya kerja sama, sehingga tidak
memperbesar konflik yang telah ada. Misalnya negara seperti Hongkong yang
memisahkan diri dengan RRC yang berideologi komunis, memerlukan kerja sama
dalam bidang politik dengan negara yang berideologi liberal seperti Amerika
Serikat. Hal ini perlu dilakukan agar masalah-masalah yang timbul dapat
diselesaikan di meja perundingan.
Kerjasama Sister City adalah Kerjasama antara
Pemerintah Kota di Indonesia dengan Pemerintah Kota atau setingkat di Luar
Negeri dan Kerjasama Sister
Province adalah Kerjasama antara
Pemerintah Prov. di Indonesia dengan Pemerintah Prov. atau setingkat di Luar
Negeri. Berikut ini adalah syarat-syarat daerah melakukan
kerjasama luar negeri dengan negara lain, adalah sebagai berikut:
•
Antara kedua negara
dari kedua Prov. atau Kota yang akan bekerjasama harus memiliki hubungan
diplomatik;
•
Tidak mengganggu stabilitas
politik dan keamanan dalam negeri;
•
Tidak membebani
keuangan negara;
•
Berdasar asas
persamaan hak, tidak saling memaksakan kehendak, dan tidak mengarah pada campur
tangan urusan dalam negeri masing-masing negara;
•
Saling
menguntungkan kedua belah pihak;
•
Sejalan dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan program pembangunan nasional; Proses penyusunan kerjasama difasilitasi oleh pemerintah
pusat;
•
Kerjasama harus
seimbang atau sederajad ditinjau dari segi posisi / status administrasi
masing-masing;
•
Pelaksanaan
kerjasama dilakukan setelah persetujuan antar kedua Pemerintah dalam bentuk MoU
(Memorandum of Understanding) ditandatangani kedua pihak.
Penyelenggaraan pemerintahan daerah
disesuaikan dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, yaitu pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan,
pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya
saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan,
keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan
efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan otonomi daerah, perlu memperhatikan
hubungan antarsusunan pemerintahan dan antarpemerintahan daerah, potensi dan
keanekaragaman daerah. Aspek hubungan wewenang memperhatikan kekhususan
dan keragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tata
Cara Umum Kerjasama Luar Negeri oleh Pemda

Mekanisme
Daerah
Pasal 42 ayat 1 huruf f:
“DPRD mempunyai tugas dan wewenang
memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian
internasional di daerah”
Penjelasan: “yang dimaksud dengan
perjanjian internasional dalam ketentuan ini adalah perjanjian antar pemerintah
dengan pihak luar negeri yang terkait dengan kepentingan daerah”
Pasal 42 ayat 1 huruf g:
“DPRD memnpunyai tugas dan wewenang
memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama internasional yang dilakukan
oleh pemerintah daerah”
Mekanisme
Internal
·
Mekanisme konsultasi
dan koordinasi dengan Menteri Luar Negeri (rapat interdep-korespodensi) dalam
rangka 4 aman:
Ø Politis
Ø Juridis
Ø Teknis
Ø Security
·
Koordinasi dan
konsultasi dengan DEPLU dan instansi terkait
·
Kesepakatan kerjasama
dapat dituangkan dalam bentuk perjanjian internasional
Mekanisme
Eksternal
·
Penerapan UU tentang
Hubungan Luar Negeri
·
Penerapan UU tentang
Perjanjian Internasional
·
DEPLU mempertimbangkan politis
/yuridis hubungan luar negeri
·
DEPLU mengkomunikasikan
acara rencana kerjasama dengan Perwakilan asing di Indonesia dan Perwakilan RI
di luar negeri
·
DEPLU ikut serta
memantau dan mengevaluasi terhadap tindak lanjut dan pelaksanaan kerjasama
·
Lembaga Full Powers (Surat Kuasa)
Langkah
Awal Menuju Kerjasama Luar Negeri:
·
Daerah melakukan
pendataan tentang potensi daerahnya
·
Melakukan analisa
terhadap potensi daerah dan memilih sektor-sektor unggulan
·
Menuangkan data
dimaksud dalam bentuk “country file”
yang selalu di update
·
Memperluas “country file” melalui berbagai media
termasuk ke perwakilan RI di luar negeri secara berkelanjutan
Peran
Pemerintah Daerah
·
Globalisasi akan
diwarnai dengan peningkatan hubungan ekososbud, dimana pemerintah pusat memudar
dan diambil oleh PEMDA
·
Semangat otonomi daerah
menempatkan Pemerintah Daerah sebagai penggerak ekonomi khususnya sektor riil
·
Pemda menjadi
koordinatordalam mensinergikan para pelaku ekososbud di daerahnya dan menterjamahkan
potensi daerahnya ke luar negeri.[7]
Peluang
Kerjasama Daerah dan Luar Negeri
Kerjasama antara suatu
daerah dan luar negeri memberikan peluang besar bagi kedua Negara, hal ini
tercantum Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan
Hubungan dan Kerjasama dengan Pihak Luar Negeri.
Kedua peraturan perundangan tersebut pada intinya
mengamanatkan antara lain bahwa penyelenggaraan hubungan kerjasama dengan pihak
luar negeri oleh pemerintah daerah adalah untuk menunjang pelaksanaan
tugas-tugas pemerintahan dan penyelenggaraan program pembangunan nasional
maupun daerah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan otonomi daerah.
Kerjasama daerah dengan negara lain atau kerjasama luar
negeri pemerintah daerah dengan negara lain telah dilakukan diberbagai bidang.
Berikut ini adalah tata cara prosedur melakukan kerjasama luar negeri dengan
negara lain, yaitu adalah sebagai berikut:
- Penjajagan
- Penyusunan dan Penandatanganan LOI (Letter of Intent)
- Persetujuan DPRD
- Penyusunan draft persetujuan MoU (Memorandum of Understanding)
- Penyelesaian / penandatanganan Naskah MoU
- Pelaksanaan Kerjasama
- Evaluasi pelaksanaan kerjasama.
Prinsip-Prinsip Kerjasama
Agar
berhasil melaksanakan kerjasama tersebut dibutuhkan prinsip-prinsip umum
sebagaimana terdapat dalam prinsip “good governance”. Beberapa prinsip diantara
prinsip good governance yang ada dapat dijadikan pedoman dalam melakukan
kerjasama yaitu:[8]
1.
Transparansi. Pemerintahan yang telah bersepakat untuk melakukan kerjasama
harus transparan dalam memberikan berbagai data dan informasi yang dibutuhkan
dalam rangka kerjasama tersebut, tanpa ditutup-tutup.
2.
Akuntabilitas. Pemerintah yang telah bersepakat untuk melakukan kerjasama harus
bersedia untuk mempertanggungjawabkan, menyajikan, melaporkan, dan
mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang terkait dengan kegiatan
kerjasama, termasuk kepada DPRD sebagai wakil rakyat, atau kepada para pengguna
pelayanan publik.
3.
Partisipatif. Dalam lingkup kerjasama, prinsip partisipasi harus digunakan
dalam bentuk konsultasi, dialog, dan negosiasi dalam menentukan tujuan yang
harus dicapai, cara mencapainya dan mengukur kinerjanya, termasuk cara membagi
kompensasi dan risiko.
4.
Efisiensi. Dalam melaksanakan kerjasama ini harus dipertimbangkan nilai
efisiensi yaitu bagaimana menekan biaya untuk memperoleh suatu hasil tertentu,
atau bagaimana menggunakan biaya yang sama tetapi dapat mencapai hasil yang
lebih tinggi.
5.
Efektivitas. Dalam melaksanakan kerjasama ini harus dipertimbangkan nilai
efektivitas yaitu selalu mengukur keberhasilan dengan membandingkan target atau
tujuan yang telah ditetapkan dalam kerjasama dengan hasil yang nyata diperoleh.
6.
Konsensus. Dalam melaksanakan kerjasama tersebut harus dicari titik temu agar
masing-masing pihak yang terlibat dalam kerjasama tersebut dapat menyetujui
suatu keputusan. Atau dengan kata lain, keputusan yang sepihak tidak dapat
diterima dalam kerjasama tersebut.
7.
Saling menguntungkan dan memajukan. Dalam kerjasama antar Pemerintah Daerah
harus dipegang teguh prinsip saling menguntungkan dan saling menghargai.
Prinsip ini harus menjadi pegangan dalam setiap keputusan dan mekanisme
kerjasama.
Manfaat Kerjasama Luar Negeri
•
Tukar menukar
pengetahuan dan pengalaman pengelolaan pembangunan bidang yg dikerjasamakan;
•
Mendorong
tumbuhnya prakarsa dan peran aktif pemerintah daerah, masy. dan swasta;
•
Meningkatkan
optimalisasi pengelolaan potensi daerah;
•
Mempererat
persahabatan pemerintah dan masyarakat kedua belah pihak;
•
Tukar menukar
kebudayaan dalam rangka memperkaya kebudayaan daerah.
Kendala
Kerjasama Daerah dan Luar Negeri
Beberapa kendala yang memnyebabkan masih
minimnya kerjasama suatu daerah dengan luar negeri adalah:[9]
·
Sikap sebagian kepala
daerah dengan berbagai aparaturnya yang masih terlalu egosentris; tidak peka
terhadap masalah dan kebutuhan bersama
·
Tidak lengkapnya
inventarisasi peta potensidan masalah daerah khususnya potensi yang dapat
dikembangkan dengan cara kerjasama agar tercipta daya saing yang lebih tinggi.
·
Belum tersosialisasinya
peraturna pemerintah tentang kerjasama daerah dengan luar negeri
·
Timbulnya perasaan
enggan untuk bekerjasama karena data pengolahan anggaran akan transparan, hal
ini disebabkan karena tingkat KKN di masing-masing daerah masih tinggi.
·
Timbulnya rasa khawatir
karena akan terjadi konflik jika satu pihak akan ingkar janji
·
Timbulnya pihak
independen atau pihak ketiga yang dianggap bertele-tele terutama dalam
memformulasikan anggaran.
Kesimpulan
Hal terakhir yang perlu
diperhatikan untuk menopang efektivitas dan keberlanjutan kerjasama antara
pemerintah daerah dengan luar negeri adalah membentuk basis kerjasma yang kuat.
Hal ini sesuai paradigm membangun hubungan antar organsasi dalam bentuk network and strategic alliance untuk
mengembangkan hubungan luar yang kuat dengan organisasi luar agar mampu
memberikan yang terbaik bagi masyarakat.
Kerjasama
pemerintah daerah dengan luar negeri terjadi selain adanya pengaruh dari
otonomi daerah juga tidak terlepas dari globalisasi. Suatu
keadaan dimana terjadi peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa
dan antar manusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, kebudayaan,
informasi dll., dan bentuk-bentuk interaksi yang lain, sehingga batas-batas
suatu negara menjadi bias. Kerjasama
Sister City adalah Kerjasama
antara Pemerintah Kota di Indonesia dengan Pemerintah Kota atau setingkat di
Luar Negeri dan Kerjasama
Sister Province adalah Kerjasama
antara Pemerintah Prov. di Indonesia dengan Pemerintah Prov. atau setingkat di
Luar Negeri.
Daftar
Pustaka
Buku
Aldefer Harold. 1964. Local Government in Developing Countries. New
York: Mc Graw Hill Book. Company
The Liang Gie. 1968. Pertumbuhan pmerintahan daerah di negara
Republik Indonesia: Suatu analisa tentang masalah-masalah Desentralisasi dan
cara-cara penyelesaiannya. Jakarta: Gunung Agung.
Robbins. 1990. Organization Theory:
Structure, Desain and Applications (Third Edition). Englewood Cliffs, NJ.:
Prentice Hall, Inc., hal. 90
Website
Diakses
dari:http//www.kerjasama luar negeri. Sumber
hokum kerjasama daerah dan luar negeri. Pada tanggal 16 September 2011
Diakses dari
.http://setda.bantulkab.go.id/documents/20110308095052-kerjasama-luar-negeri-oleh-pemerintah-daerah.pdf,
diakses 16 Agustus, Pkl. 09.28
Diakses dari.www.bappenas.go.id/get-file-server/node/8504/,
diakses 16 Agustus 2011, pkl.
09.30
Diakses dari. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/7320,
diakses 16 Agustus 2011, Pkl. 09.35
[1] Aldefer
Harold. 1964. Local Government in
Developing Countries. New York: Mc Graw Hill Book. Company
[2] The Liang Gie. 1968. Pertumbuhan
pmerintahan daerah di negara Republik Indonesia: Suatu analisa tentang
masalah-masalah Desentralisasi dan cara-cara penyelesaiannya. Jakarta:
Gunung Agung.
[4] Diakses dari:http//www.kerjasama luar negeri. Sumber hokum kerjasama daerah dan luar
negeri. Pada tanggal 16 September 2011
[5]http://setda.bantulkab.go.id/documents/20110308095052-kerjasama-luar-negeri-oleh-pemerintah-daerah.pdf,
diakses 16 Agustus, Pkl. 09.28
[7] Ibid
[8] Robbins.
1990. Organization Theory: Structure, Desain and Applications (Third
Edition). Englewood Cliffs, NJ.: Prentice Hall, Inc., hal. 90
[9] http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/7320,
diakses 16 Agustus 2011, Pkl. 09.35
Tidak ada komentar:
Posting Komentar